Joko Tjandra Divonis 2,5 Tahun Penjara dalam Kasus Surat Jalan Palsu



 Joko Soegiarto Tjandra divonis 2,5 tahun penjara dalam masalah sangkaan pengerjaan surat jalan palsu. Vonis itu lebih berat daripada tuntutan Beskal Penuntut Umum (JPU), yaitu dua tahun penjara.


"Jatuhkan pidana pada tersangka Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Soegiarto alias Joe Chan bin Tjandra Kusuma itu dengan pidana penjara sepanjang dua tahun dan enam bulan," tutur Ketua Majelis Hakim Muhammad Sirad di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (22/12/2020).


Sirad mengatakan, Joko Tjandra bisa dibuktikan secara resmi dan bersalah lakukan tindak pidana secara bersama dan bersambung. Dalam masalah ini, membuat surat palsu bersama Anita Kolopaking dan Brigjen Pol. Prasetijo Utomo.


"Beberapa hal yang memperberat, jika tindakan tersangka dikerjakan pada kondisi larikan diri dari pidana yang perlu dilaluinya. Tersangka berbahaya untuk kesehatan warga dengan lakukan perjalanan tiada dikerjakan test bebas COVID-19," papar Sirad.


"Beberapa hal yang memudahkan, tersangka berlaku santun dalam persidangan, tersangka menyesali tindakannya, tersangka sudah berumur lanjut," ucapnya kembali.


Awalnya, JPU Yeni Trimulyani minta majelis hakim mengatakan Joko Soegiarto Tjandra bersalah dalam masalah sangkaan penerbitan surat jalan palsu.


"Jatuhkan hukuman pada Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Soegiarto alias Joe Chan bin Tjandra Kusuma dengan pidana penjara dua tahun," kata Yeni waktu membacakan surat gugatan di ruangan sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jumat 4 Desember 2020.


Dalam tuntutannya, Yeni menimbang beberapa hal. Hal yang memperberat, Joko Tjandra dipandang berbelit waktu memberikan info sepanjang jalannya persidangan.


Cara Menang Bermain Judi Bola Online Terpercaya "Jika tersangka berbelit dan tidak terang-terangan dalam memberi info. Hingga, menyulitkan jalannya persidangan. Beberapa hal yang memudahkan, jika tersangka telah berumur lanjut," sebut Yeni.


Dalam masalah ini, JPU tuntut supaya Anita Kolopaking di penjara dua tahun. Sedang Brigjen Pol. Prasetijo Utomo, dituntut 2,5 tahun penjara.


Seperti sebelumnya telah dikabarkan, terpidana masalah hak tagih (cessie) bank Bali ini minta kontribusi advokatnya namanya Anita Kolopaking untuk ajukan inspeksi kembali lagi (PK) ke PN Jakarta Selatan. Ini selaku wujud usaha hukum menantang keputusan Mahkamah Agung (MA) pada 2009 kemarin.


Namun, PK Joko Tjandra pada Mei 2020 lalu ditampik karena dia tidak pernah datang dalam sidang itu. Sebab ditampik, Joko minta Anita mengendalikan semua kepentingannya terhitung kehadirannya ke Indonesia. Joko yang waktu itu masih dengan status buron, tiba ke Indonesia melalui Pontianak.


Tidak cuman ditolong Anita, pengurusan kehadiran Joko ditolong bekas Kepala Agen Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Prasetijo Utomo. Anita saat itu minta supaya Prasetijo mempersiapkan polisi untuk temani Joko setelah tiba di Pontianak.


Polisi itu disuruh menolong Joko cari rumah sakit buat kelengkapan dokumen berbentuk surat rapid tes bebas COVID-19, surat jalan dan surat info sehat. Tetapi, Prasetijo malah tawarkan diri untuk mengurusi pengerjaan beberapa surat yang diperhitungkan diedarkan secara palsu.


Awalnya, Joko Tjandra dituduh memanipulasi surat jalan palsu. Tidak itu saja, dua tersangka yang lain yaitu Brigjen Pol. Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking dituduh dengan hal sama.


Dalam kasus ini, Joko Tjandra didugakan menyalahi Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.


Selanjutnya, Brigjen Prasetijo didugakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP.


Sedang Anita Kolopaking, dijaring Pasal 263 Ayat (2) KUHP berkaitan pemakaian surat palsu dan Pasal 223 KUHP mengenai usaha menolong kaburnya tahanan.

Mga sikat na post sa blog na ito

Ex-GIC principal expenditure policeman Ng Kok Tune has actually tossed his hat right in to the ring as a governmental applicant

Profil Yahya Cholil Staquf, Tokoh NU Jadi Menteri Agama Kabinet Jokowi

he governor’s emergency services office said it didn’t request